| |

Kamis, 15 Oktober 2009

LSM MATA ACEH

INFORMASI LEMBAGA

Nama Lembaga
: Masyarakat Transparansi Aceh
Singkatan : MaTA
Alamat : Jln. Pang Akob No. 5 B Kelurahan Simpang Empat Lhokseumawe 24351
Telp./Fax. : 0645-43605
E-mail : mata_aceh@yahoo.co.id


LATAR BELAKANG
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) merupakan sebuah ide yang dimulai pada awal tahun 2006, dimana puluhan aktivis demokrasi dan aktivis anti korupsi berkumpul dalam Rencana Strategis untuk gerakan anti korupsi ke depan. Dimana menghasilkan penguatan kesadaran masyarakat untuk melahirkan semangat anti korupsi untuk jangka panjang serta perkembangan kasus korupsi yang semakin hari semakin tidak terkontrol, khususnya di Kabupaten/Kota di Aceh. Sehingga perlunya lembaga kontrol yang berkomitmen dalam pengawasan, baik bersifat kebijakan publik maupun anggaran.

Selain itu persoalan tidak ada transparansi dan akuntabilitas publik begitu marak terjadi, mulai dalam penyusunan APBD, penganggaran dan pemutusan anggaran yang ini dikesankan oleh pengambil kebijakan sebagai rahasia negara artinya masyarakat tidak perlu mengetahuinya. Begitu juga dengan penganggaran yang tidak pernah berpihak pada masyarakat. Belum lagi Aceh pasca konflik dan tsunami yang begitu banyak bantuan yang mengalir ke Aceh baik yang bersumber dari APBD, APBN, NGO Asing maupun masyarakat internasional. Sehingga perlunya kekuatan penyeimbang untuk melakukan kontrol dan advokasi terhadap kasus-kasus korupsi, dimana prinsip-prinsip kehati-hatian dan idealisme gerakan dalam pemberantasan korupsi yang menjadi faktor yang sangat penting untuk Aceh ke depan. Oleh karena itu atas prakarsa para aktivis yaitu; AHMAD YULDEN ERWIN (KoAK Lampung), AKHIRUDDIN MAHJUDDIN (GeRAK Aceh), RIDWAN HAJI MUKHTAR (Jurnalis), ALFIAN (KDK), SRI WAHYUNI SIREGAR (Aktivis Perempuan), RIDAYA LA ODE NGKOWE (ICW), MUHAMMAD TAUFIK ABDA (JKMA) dan WARDHIAH (Aktivis Mahasiswa), di Banda Aceh pada hari Selasa tanggal 7 Februari 2006 sepakat untuk mendirikan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) yang berkedudukan di Kota Lhokseumawe. Hingga melakukan pengurusan pembuatan akta pendirian untuk memperjelas status hukum MaTA.


STATUS HUKUM
Akte Notaris;
Nomor : 01.-, tanggal 11 April 2006, Notaris Mohammad Afnizar, SH,Sp.N dengan SK Menkeh dan HAM R.I No: C-1290 HT.03.01 Th.2002, Tanggal 21 Oktober 2002.
Dan telah terdaftar di Pengadilan Negeri Lhokseumawe dibawah nomor W1.Dd.RT 04.10-118 tanggal 26 April 2006.


VISI
Terwujudnya gerakan rakyat anti korupsi untuk mendorong terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat.


MISI

  • Mendorong partisipasi masyarakat untuk aktif melakukan kontrol dan monitoring terhadap kebijakan pemerintah yang berorientasi pada pelayanan masyarakat.
  • Mendorong terciptanya transparansi dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik.
  • Melakukan kajian dan penelitian, analisis dan advokasi kebijakan publik, memperjuangkan demokratisasi, penguatan kapasitas masyarakat yang anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
  • Memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa korupsi adalah tindakan melanggar hukum, yang harus dibersihkan dari kehidupan sosial, politik, dan ekonomi bangsa.


PRINSIP-PRINSIP LEMBAGA
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) didirikan dengan prinsip-prinsip:
• Independen
• Transparan
• Akuntabilitas
• Imparsial
• Non-Partisan
• Bertanggung jawab
• Integritas


NILAI-NILAI DASAR
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) bekerja di atas nilai :
• Kemanusiaan
• Anti-rasialisme
• Anti-korupsi
• Anti diskriminasi
• Demokratis
• Keadilan sosial dan kesetaraan gender


ISU STRATEGIS :
1. Lemahnya Penegakan Hukum
Sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah, khususnya dalam konteks penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia dan Aceh khususnya hampir tidak berjalan. Hal ini dikarenakan integritas, moralitas dan kredibilitas aparat penegak hukum kita masih rendah. Sehingga proses penegakan hukum selalu pada tingkat yang sangat lemah dalam sistem peradilan. Oleh karena itu perlu adanya dorongan terhadap pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas dan fungsi secara terbuka mulai dari Kepolisaan, Kejaksaan, Kehakiman, dan bahkan Komisi Pembarantasan Korupsi supaya melakukan peguatan aturan-aturan dan fungsi kerja masing-masing agar tidak menggangu proses penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi. proses hukum terhadap pemberantasan korupsi dapat berjalan lebih professional penuh tanggung jawab, berwibawa, yang berkeadilan dan bermartabat sehingga supremasi hukum dapat berjalan dengan baik.

2. Pemerintah tidak transparan dan potensi korupsi
Dalam tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, pemerintah berkewajiban melaksanakan pelayanan publik yang maksimal sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Transparansi dan Akuntabilitas merupakan sebuah keharusan yang wajib di laksanakan. Fakta menunjukan, pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan sering mengabaikan prinsip-prinsip transparansi, sehingga arah kebijakan dan pembangunan selalu pada keputusan sepihak dari pemerintah tanpa melibatkan masyarakat. Ketidak terbukaan dari pemerintah tersebut baik dalam pengambilan kebijakan maupun pengelolaan keuangan akan membuka peluang korupsi yang kerap kali dilakukan oleh aparatur pemerintah yang seharusnya melayani masyarakat.


3. Lemahnya pengawasan masyarakat
Masyarakat selaku penyumbang anggaran terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi yang akan digunakan pemerintah untuk pembangunan sudah semestinya juga dilibatkan dalam pengawasan. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan menjadi penting karena masyarakat harus mengetahui secara pasti kemana sumbangan mereka melalui pajak dan retribusi digunakan oleh pemerintah selaku pengelola keuangan tersebut. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pengawasan tersebut berimplikasi kepada lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat terhadap pengelolaan anggaran oleh pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan.

4. Kebijakan pemerintah tidak berpihak pada rakyat
Dalam tatanan demokrasi, proses formulasi kebijakan dapat dipahami sebagai akomodasi kepentingan masyarakat dalam kebijakan yang dibarengi dengan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan tersebut. Partisipasi dan akomadasi kepentingan rakyat tersebut sering kali terbentur dengan kepentingan -kepentingan para aktor-aktor pembuat kebijakan dengan menggunakan kekuasaan dan wewenangnya. Perumusan suatu kebijakan dilaksanakan bukan untuk menyinkronkan kepentingan rakyat, namun digunakan untuk meraih kepentingan dan kekuasaan itu sendiri. Dengan demikian, kebijakan hanya dipandang menjadi milik sekelompok orang yang memiliki kekuasaan untuk menggapai kepentingan-kepentingannya. Sehingga produk-produk kebijakan yang dihasilkan tersebut tidak pernah berpihak kepada rakyat.

5. Kurangnya kesadaran masyarakat yang menyangkut kebijakan publik
Kesadaran masyarakat terhadap kebijakan publik masih sangat rendah, baik dalam hal keterlibatan dalam perencanaan, perumusan/ pembahasan maupun pelaksanaan kebijakan tersebut. Para pembuat kebijakan baik eksekutif maupun legeslatif dalam membuat suatu kebijakan haruslah menyerap seluruh kepentingan masyarakat. Partisipasi masyarakat mulai dari tahapan perencanaan, pembahasan/ perumusan hingga pengesahan suatu kebijakan mutlak diperlukan. Kebijakan yang dihasilkan tanpa keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan perumusannya akan membuat masyarakat merasa tidak memiliki dan cenderung apatis terhadap kebijakan tersebut.


FOKUS KERJA

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) merupakan organisasi masyarakat sipil yang independen dengan maksud untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan advokasi dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) melalui pendidikan anti-korupsi serta mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas setiap penggunaan dana-dana publik di Aceh. Selain itu MaTA juga diarahkan pada upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik, efektif, bermartabat, dan bebas KKN. Sehingga mendorong lahirnya tata pemerintahan yang baik dan bersih.


MITRA STATEGIS DI DAERAH

  1. Solidaritas Peduli Anggaran (SaPA) di Kabupaten Aceh Timur.
  2. Gabungan Solidaritas Anti Korupsi (GaSAK) di Kabupaten Bireuen.
  3. Jaringan Anti Korupsi - Gayo (Jang-Ko) di Kabupaten Aceh Tengah
  4. Pidie Untuk Transparansi Anggaran (PiTA) di Kabupaten Pidie.
  5. Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) di Kabupaten Aceh Besar.
  6. Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh di Kota Banda Aceh.
  7. Solidaritas Anti Korupsi (SoRAK) Aceh di Kota Banda Aceh.
  8. Masyarakat Transparansi Aceh Jaya (MATARAJA) di Kabupaten Aceh Jaya.
  9. Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) di Kabupaten Meulaboh.
  10. Nagan Institute di Kabupaten Nagan Raya.
  11. Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi Aceh Selatan (SOMASI) di Kabupaten Aceh Selatan.
  12. Solidaritas Anti Korupsi Simeulu (SAKSi) di Kabupaten Simeulu.


MITRA STRATEGIS DI NASIONAL

  1. Indonesia Corruption Watch (ICW).
  2. Transparansi Internasional Indonesia (TI-Indonesia).
  3. Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Indonesia.
  4. Institute For Development And Economic Analysis (IDEA).
  5. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia.
  6. Laboratorium Analisis dan Advokasi Anggaran (LADANG).
  7. Forum Transparansi Anggaran (FITRA) Indonesia.
  8. Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO).
  9. Komite Anti Korupsi (KoAK) Lampung.

ANGGOTA JARINGAN INTERNASIONAL

  1. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia.
  2. Mitra Satu Dunia










0 komentar:

Posting Komentar